Bachelor of Interior Design Telkom University

penelitian

Sep
22

Gedung Kaca menjadi masalah visual interior yang Menyebabkan Pegawai Kesulitan Fokus Bekerja

Penelitian Non Kerjasama Internal 2024-2 Oleh : Irwana Zulfia Budiono, Hana Faza Surya Rusyda, Fernando Septony Siregar, Augista Sesi Nastiti, Nafla Abrita Mareta, Shevilla Dwi Octavia Sudah banyak gedung di Jakarta yang mendesain gedungnya dengan facade kaca dengan fokus utama estetika bangunan agar terlihat mewah dan elegan. Gedung kaca memberi kesan tranparan dan terbuka, yang juga difungsikan untuk cahaya alami masuk. Namun dibalik itu semua, ada masalah yang sering sekali muncul pada gedung tersebut, yakni kenyamanan visual pengguna gedungnya. Cahaya matahari yang masuk diperuntukan untuk membatu pencahayaan alami saat pagi hingga sore hari. Namun dengan adanya cahaya matahari yang berlebihan membuat ruangan menjadi silau, sehingga membuat kerja menjadi tidak nyaman dan kondusif, den mengurangi preduktifitas pekerjanya. Fenomena ini dapat ditemui di beberapa kantor yang ada di pusat Jakarta. Termasuk pada bangunan X yang memiliki lima gedung yang disusun berhadapan, dengan dua gedung yang mempunyai desain berbeda (Gambar 1). Gambar 1. Sketsa Gedung Perkantoran X di Kota Jakarta Sumber: Olahan Penulis (2025) Tim peneliti meneliti dua bangunan yakni gedung 1 dan gedung 4. Orientasi gedung ini pada arah yang sama, yakni arah utara, namun pada kasus gedung 4 di lantai 6, yang selubung bangunananya merupakan kaca penuh. Dari luar terlihat modern, namun bagi kartawannya memunculkan adanya ganguan visual saat bekerja. Adapun, alasan tim memilih gedung 1 dan gedung 4 ialah, keduanya memiliki 7 – 10 lantai dan keduanya menghadap timur dan barat pada sisi memanjangnya, namun gedung 1 telah diimplementasikan second facade sehingga cocok untuk dijadikan komparasi bagi gedung 4. Cahaya matahari pada lantai 6 gedung 4 masuk tanpa filter yang memadai. Vertical blind yang ada didalam ruangan, merupakan salah satu pelindung dari cahaya matahari yang terlalu terpapar di luar ruang. Penutup dari dalam ruang ini memang sebagian mengurangi cahaya masuk, akan tetapi tidak cukup untuk mengurangi intensitas silau dan juga panas dari radiasi matahari. Beberapa pekerja yang area duduknya dekat arah luar bangunan, mengeluhkan ruang kerja yang menyilaukan dan cepat panas, sehingga membuat sulit fokus. Seringnya pekerja menutup seluruh blind sepanjang hari, segingga membuat ruangan menjadi kurang cahaya, dan beberapa area akhirnya menyalakan lampu. Dengan kehadiran lampu ini, membuat tujuan penggunaan pencahayaan alami tidak tercapai (Gambar 2). Gambar 2. Hasil Simulasi dengan Software Dialux Evo pada Gedung 4 lantai 6 Sumber: Simulasi oleh Tim Peneliti (2025) Tidak seperti gedung 4, gedung 1 mempunyai hasil yang lebih nyaman, dikarenakan adanya secondary skin atau yang biasa disebut dengan lapisan kedua eksterior fasad. Lapisan ini berfungsi sebagai pelindung dari cahaya dan panas matahari. Sehingga pencahayaan alami dalam gedung ini cukup terkontrol meskipun tanpa menutup tirai. Perbedaaan yang cukup siknifikan ini menunjukan berapa pentingnya desain pelindung pada gedung. Meskipun keduanya memiliki desain dengan kaca, tapi strategi pengendalian cahaya dapat tepat dan menunjukan dampak yang lebih baik (Gambar 3). Gambar 3. Hasil Simulasi dengan Software Dialux Evo pada Gedung 1 lantai 7 Sumber: Simulasi oleh Tim Peneliti (2025) Silau menjadi masalah yang cukup umum karena memiliki dampak yang cukup besar pada kualitas kerja, seeperti ganguan fokus pada cahaya berlebih dan mengakibatkan cepat lelah/ sulit konsentrasi dan tuang kerja yang tidak efisien. Sehingga silau pada gedung merupakan masalah kenyamanan visual yang berhubungan langsung pada produktifitas pekerja. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan visual di ruang kerja, pada gedung kaca, antara lain penggunaan secondary skin, mengoptimalisasi tirai/ blinds, pelapisan film pada kavca, dan desain interior yang adaptif dengan penataan tata letak meja kerja dan pemilihan material untuk mendukung kenyamanan visual. Oleh karena itu, dalam mendesain gedung kaca memnag indah jika dipandang dari luar, namun jika rtidak dioptimalkan dalam mendesainnya, maka membuat orang didalam merasa terganggu dan fugsi utama sebagai ruang kerja menjadi tidak tercapai.

DETAIL
Jan
07

PENDEKATAN ADAPTIVE REUSE PADA RUANG DAN FASAD BANGUNAN MODERNISME 1960AN ANTARA PRESERVASI DAN KOMERSIALISASI

Donny Trihanondo and Tri Haryotedjo, lecturers from Telkom University, participated as presenters at the International Digital Arts and Design Conference and Exhibition (iDADCE) held in Bangkok from December 27–29, 2024. The event was hosted by Silpakorn University International College in collaboration with Birmingham University and took place at the prestigious Royal Orchid Sheraton Hotel. Representing Telkom University, the delegates showcased their research on adaptive reuse in heritage conservation efforts, emphasizing the critical importance of conducting detailed and comprehensive studies of historical buildings. Their presentation highlighted the risks of misinformation and historical inaccuracies stemming from poorly executed adaptive reuse decisions, which can undermine the cultural and historical value of heritage structures. The research presented is part of an ongoing collaborative project led by Donny Trihanondo and Tri Haryotedjo, focusing on adaptive reuse strategies for historical buildings. This project aims to establish best practices for preserving architectural integrity while adapting such structures for modern purposes, ensuring both sustainability and authenticity in conservation efforts. Their participation at iDADCE not only reflected the growing importance of interdisciplinary approaches to heritage conservation but also positioned Telkom University as a key contributor to global discussions on the intersection of design, technology, and cultural heritage preservation. Research members: Donny Trihanondo, S.Ds., M.Ds (10840063-1)Drs. Tri Haryotedjo, M.Sn. (19660003-1)

By Dzakwan | penelitian
DETAIL
Secret Link